Rabu, 16 Maret 2016

PSV yang Tangguh di Tangan Cocu


PSV yang Tangguh di Tangan Cocu

PSV Eindhoven tampil apik meski berstatus sebagai tim tamu ketika menghadapi Atletico Madrid. Meski pada akhirnya tersingkir, ada beberapa catatan menarik yang bisa diambil dari tim arahan Phillip Cocu itu.

Cocu sudah sukses membangun sebuah tim yang amat alot, kokoh, sekaligus ofensif. Musim lalu, ketika PSV menjuarai Eredivisie (Divisi Utama Liga Belanda), mereka mencatat torehan gol terbanyak dan jumlah kebobolan kedua paling sedikit.

Rood-witten, atau 'Si Merah-Putih, demikian PSV bisa dijuluki, membuat 92 gol dalam rentang 34 pertandingan dan hanya kebobolan 31 gol. Artinya, rata-rata mereka mencetak 2,70 gol per laga dan hanya kebobolan 0,9 gol per laga. Sebuah catatan yang terbilang impresif. Untuk soal jumlah kebobolan, PSV hanya kalah dari Ajax Amsterdam --yang kebobolan 29 gol sepanjang musim.

Cocu jelas layak dapat pujian. Gelar pada musim 2014/2015 lalu adalah gelar juara liga pertama PSV sejak terakhir kali meraihnya pada 2007/2008. Pada musim itu, Cocu sudah pergi meninggalkan PSV untuk bermain di klub terakhir sepanjang kariernya sebagai pemain, Al Jazira.

Sama seperti Frank de Boer yang menangani Ajax dan Giovanni van Bronckhorst yang menangani Feyenoord, Cocu juga merupakan sosok yang identik dengan PSV. Namanya mencuat ke permukaan ketika memperkuat PSV, meski --tidak seperti De Boer di Ajax dan Van Bronckhorst di Feyenoord-- ia bukan anak didikan asli PSV.

Ada dua masa sepanjang kariernya di mana ia membela PSV. Pertama dari 1995 hingga 1998, sebelum akhirnya pindah ke Barcelona dan bermain selama enam musim untuk klub asal Catalunya itu, lalu dari 2004 hingga 2007.

Setelah pensiun di Al Jazira dan mendapatkan badge kepelatihan, Cocu sempat menjadi salah satu asisten dari Bert van Marwijk, yang ketika itu menjadi manajer tim nasional Belanda. Ia kemudian menangani tim junior PSV di berbagai level sebelum akhirnya diangkat menjadi caretaker ketika Fred Rutten didepak pada Maret 2012.

Catatan Cocu sebagai caretaker tidak buruk. Dalam 12 laga, ia memimpin PSV meraih 9 kemenangan, 1 hasil imbang, dan 2 kali kalah. Selepas musim itu berakhir, Cocu "turun level" dengan menjadi pelatih tim U-19 PSV dengan alasan ingin mencari pengalaman. Sementara, posisi pelatih tim utama PSV di musim berikutnya diambil oleh Dick Advocaat.

Baru ketika Advocaat mundur di akhir musim 2012/2013, Cocu benar-benar menjadi pelatih tim utama PSV. Musim pertamanya di PSV, yakni musim 2013/2014, tidak berjalan mudah. Di akhir musim, PSV finis di urutan keempat dengan torehan poin 59, tertinggal 12 poin dari Ajax yang menjadi juara. Musim itu, PSV kalah 11 kali.



Meski begitu, bibit kecemerlangan PSV sudah terlihat. Keinginan Cocu untuk mengangkat produk asli PSV terbayar. Pada musim 2013/2014 itu, dua nama didikan akademi PSV, Juergen Locadia dan Memphis Depay, tampil apik, masing-masing menorehkan 13 dan 12 gol sepanjang musim.

Baru di musim berikutnya, kerja keras Cocu terbayar. PSV menjadi juara dan meruntuhkan dominasi Ajax, yang dalam empat musim sebelumnya selalu tampil sebagai juara.

Yang menarik dari PSV-nya Cocu, dan membuat mereka beda dari Ajax, adalah mereka mampu berbicara banyak di kancah Eropa. Tengok saja bagaimana PSV mampu lolos sebagai runner-up dari fase grup Liga Champions musim ini. Padahal mereka mendapatkan grup yang terbilang tidak enteng --tergabung bersama VfL Wolfsburg, Manchester United, dan CSKA Moskow.

PSV tampil alot ketika menghadapi tim-tim yang lebih berpengalaman seperti Manchester United ataupun Atletico pada Rabu (16/3) dini hari tadi. Ini menunjukkan bagaimana Cocu cukup genial dalam urusan taktikal.

Cocu, seperti banyak pelatih asal Belanda, kerap bermain dengan 4-3-3. Ia kerap memainkan Luuk de Jong sebagai penyerang tengah dengan diapit dua penyerang sayap yang punya kecepatan, entah itu Luciano Narsingh ataupun Maxime Lestienne. Sementara, lini tengahnya dihuni trio yang disiplin: Davy Propper, Jorrit Hendrix, dan Andres Guardado. Ini membuat PSV punya tim yang seimbang; ofensif dalam menyerang, tapi alot untuk ditembus.

Dini hari tadi, ketika menghadapi Atletico, formasi 4-3-3 itu ditanggalkan. Cocu paham bahwa Atletico adalah tim yang sama alot dan agresifnya. Oleh karena itu, ia memilih memainkan formasi 5-3-2. Hendrix ditaruh di bangku cadangan, dan posisinya digantikan Marco van Ginkel. Sementara di depan, Locadia diduetkan dengan De Jong.

Pelatih Atletico, Diego Simeone, mengakui bahwa taktik Cocu itu cukup merepotkan timnya. "Kami harus memuji lawan kami, yang bermain dengan 5-3-2 dan mereka melakukannya dengan baik. Tapi, saya pikir, kami menunjukkan hasrat lebih besar untuk memenangi dua laga pada dua leg ini," kata Simeone.

PSV akhirnya kalah lewat adu penalti setelah bermain imbang 0-0, tapi apa yang diperlihatkan Cocu amatlah menjanjikan. Musim ini, mereka masih berpeluang menjadi juara Eredivisie. PSV masih memimpin klasemen sementara dengan keunggulan satu poin atas Ajax dan tujuh laga tersisa. Sejauh ini, dari 27 laga, PSV baru 1 kali menelan kekalahan.

Luar biasa!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar